logo

DJKN Dorong Pengembangan TubanPetro Genjot Industri Dalam Negeri

news

19 Jan, 2022

Jakarta - Industri petrokimia punya peran yang cukup besar dalam perekonomian dan punya potensi untuk dikembangkan. Maka itu, pemerintah terus mendorong industri petrokimia melalui PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro). Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban menjelaskan, perekonomian Indonesia tertekan karena pandemi COVID-19. Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi terkontraksi 2,07%.

Industri Kimia Farmasi Tekstil (IKFT) juga mengalami tekanan. Di tahun 2020, pertumbuhan sektor ini tercatat minus 1,49%. Meski demikian, pada IKFT ini terdapat kelompok industri yang dapat bertahan pada periode pandemi yaitu bahan kimia, obat, dan obat tradisional.

"Kelompok ini mencakup industri petrokimia hulu hingga hilir dan berhasil membukukan tingkat pertumbuhan sebesar 9,39 % pada 2020 dan 9,15% pada triwulan 2 tahun 2021," katanya.

Kinerja yang positif industri petrokimia ini juga tercermin dalam kinerja grup TubanPetro yang bergerak di industri petrokimia hulu dan intermediate. Pendapatan konsolidasi perusahaan mengalami kenaikan 29% sepanjang 2019 hingga 2021 dari Rp 3,44 triliun menjadi Rp 4,44 triliun. Sedangkan, konsolidasi laba bersih naik menjadi Rp 771 miliar pada 2021 dari sebelumnya Rp 671 miliar pada 2019.

Kenaikan ini terjadi akibat meningkatnya harga jual komoditas yang diproduksi oleh anak usahanya, yaitu produk Polypropilene dari PT Polytama Propindo dan produk 2-Ethyl Hexanol dari PT Petro Oxo Nusantara.

"Selain membukukan kinerja finansial yang positif, selama tahun 2021 ini TubanPetro berhasil melakukan pembayaran dipercepat atas sisa Utang Multi-Years Bond yang tidak dikonversi kepada Kementerian Keuangan sebesar Rp 50 miliar sehingga total pembayaran utang tersebut pada tahun 2021 adalah Rp 66,5 mliliar," jelasnya.

Lanjutnya, prospek industri petrokimia masih sangat besar untuk dikembangkan karena belum terpenuhinya kebutuhan bahan petrokimia dalam negeri. Menurutnya, pasokan dominan dipenuhi dari luar negeri. "Akibat hal tersebut, impor petrokimia tahun 2020 sebesar US$ 7 milyar dengan volume 7,33 juta ton, menyumbang defisit terhadap neraca perdagangan sebesar hampir US$ 5 miliar. Produk yang banyak diimpor adalah etilena, benzene, toluene, propilena dan silena serta polietilena, polipropilena yang merupakan bahan baku industri plastik," paparnya.

Dia mengatakan, pemerintah telah menetapkan kebijakan pengembangan industri petrokimia melalui Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035. Indonesia pada 2028 ditargetkan dapat mencapai tingkat produksi dalam negeri yang melampaui permintaan domestik sehingga menjadi net eksportir komoditas petrokimia.

Adapun komoditas yang menjadi fokus pengembangan antara lain zat Olefin (Ethylene dan Propilene) yang ditargetkan mencapai kapasitas produksi domestik sebesar 7.730,2 KTA serta Polyolefin (Polyethylene dan Polypropilene) sebesar 6.836 KTA pada tahun 2030.

Sementara, TubanPetro di sisi hulu memiliki anak usaha PT Trans-Pacific Petrochemical Industries (TPPI) yang memproduksi Benzena, Toluene, dan Xylene serta melakukan operasi tolling dengan PT Pertamina untuk memproduksi bahan bakar Migas. Advertisement

Adapun pada sektor intermediate terdapat anak usaha PT Polytama Propindo yang melakukan polimerisasi propilene menjadi bijih plastik Polypropilene dan PT Petro Oxo Nusantara (PON) yang memproduksi 2-Ethyl Hexanol dan Butanol.

"Saat ini pada TPPI tengah dilakukan pengembangan plant untuk produksi Olefin dan penambahan kapasitas plant pada Polytama serta diversifikasi produk untuk komoditas Neo Penthyl Glicol pada PT PON," ujarnya.

Untuk diketahui, saham TubanPetro sebanyak 53% dikuasai Pertamina Grup (PT Pertamina (Persero) 51% dan PT Pertamina Pedeve 2%) dan pemerintah Indonesia sebanyak 47%.

Editor:Achmad Dwi Afriyadi

Source:https://t.co/FoWT05w51v